Cerita Ngentot Terjebak Hutang Budi Dengan Atasan
June 29, 2022
Brak brak brak…!!!
Beberapa kali aku menggebrak meja yang ada di depanku. Sementara wanita itu masih terus menutup wajahnya, dia masih terus menangis. Wanita itu adalah Siti, istriku. Dia sejak tadi sudah menangis, sejak dia mulai menceritakan apa yang dia alami kepadaku. Cerita yang begitu menyayat hatiku. Aku benar-benar marah, tapi bukan kepada dirinya, karena aku tahu dia hanya menjadi korban disini. Aku marah kepada keadaan, dan orang yang telah membuat Siti menjadi begini.
Namaku Krisna, 29 tahun. Dan istriku, Siti Wardhani, 26 tahun. Kami belum 2 tahun menikah, dan sampai sekarang belum dikaruniai anak. Aku bekerja sebagai seorang karyawan di sebuah perusahaan swasta, sedangkan istriku bekerja sebagai PNS di sebuah dinas pemerintahan di kota kami.
Sedikit tentang istriku, dia adalah wanita yang sangat cantik dan menawan. Aku sudah memacarinya sejak lama, sejak dia menjadi mahasiswa baru dan kebetulan saat itu aku yang menjadi pembina di kelompok ospeknya. Hanya sebulan setelah ospek, dia sudah resmi menjadi pacarku. Terhitung sampai sekarang, kami sudah hampir 8 tahun bersama. Tapi selama berpacaran kami tak pernah melakukan hal-hal yang dilarang. Aku baru benar-benar menyentuh tubuhnya setelah kami sah menjadi suami istri.
Setelah menikah denganku, Siti memutuskan untuk memakai jilbab. Dia bilang mau menjaga penampilan dan dirinya, sehingga hanya akulah lelaki yang berhak atas dirinya. Tentu saja hal itu membuatku semakin menyayanginya.
Banyak temanku yang merasa iri dengan keberuntunganku bisa mendapatkan wanita secantik Siti. Akupun juga bersyukur akan hal itu, dan itulah yang selalu kujaga sampai sekarang. Tapi sayangnya, malam ini, aku benar-benar merasa menjadi orang yang sangat bodoh, karena gagal menjaga istriku. Telah ada lelaki lain, yang berhasil memaksanya menyerahkan tubuhnya. Dan itulah yang saat ini membuatku beberapa kali menggebrak meja yang ada di depanku.
Siti tadi sudah menceritakan semuanya, dengan sangat detail. Dia bersumpah tidak ada yang disembunyikan lagi. Aku tahu Siti, dia tidak mungkin berbohong, dan itulah yang semakin membuatku marah kepada diriku sendiri.
Cerita ini dimulai dari beberapa minggu yang lalu. Saat itu Siti terpaksa harus lembur dan pulang agak petang. Sedangkan aku, yang memang kerja di kantor swasta, memang sudah sering pulang telat. Aku memang jarang mengantar jemput Siti karena dia membawa kendaraan sendiri, seperti halnya hari itu.
Sebenarnya saat itu Siti tidak sendiri lemburnya, hampir semua temannya juga lembur, entah karena mau ada apa, setahuku sih mau ada rapat tahunan, atau semacamnya lah. Mereka baru selesai sekitar jam 7 malam. Meskipun tidak terbiasa pulang jam segitu, tapi karena jarak rumah dengan kantor yang tidak terlalu jauh, dan juga kondisi jalanan yang cukup terang dan ramai, Siti tak khawatir pulang sendiri.
Setelah berpamitan dengan teman-temannya yang kebetulan tidak ada yang searah dengan Siti, diapun pulang naik motor maticnya. Tapi baru beberapa puluh meter meninggalkan gerbang kantornya, tiba-tiba motor Siti dipepet oleh 2 buah motor yang memaksanya bergerak ke pinggir.
“Berhenti, atau kami bunuh!” bentak seorang diantaranya.
Siti tak bisa melihat dengan jelas wajah keempat orang yang mencegatnya karena mereka semua memakai penutup wajah. Pria yang membentak tadi juga menodongkan parang ke arahnya, hingga nyali Sitipun semakin ciut. Mau tak mau diapun meminggirka motornya, diikuti oleh keempat orang yang naik 2 motor itu.
“Ampun bang, jangan sakiti saya. Ambil aja motornya, saya jangan diapa-apain.”
“Heh diem lu. Gue yang nentuin bukan elu!!!”
Lagi-lagi digertak seperti itu Siti makin ciut nyalinya. Dia tak berani berbuat apa-apa, hanya terus berdoa, semoga para begal ini hanya mengambil motornya, lalu pergi tanpa melukainya.
“Siniin tas lu!!”
Tiba-tiba salah seorang begal yang membawa parang tadi mendekati Siti, dan merebut tasnya dan langsung mengacak-acak isinya. Handphone Siti diambil, dompetnya juga, dibuka dan diambil semua uang yang ada. Tapi anehnya pria itu tak langsung membuang dompet Siti, tapi masih seperti melihat sesuatu.
“Hmm, Siti Wardhani. Cantik juga foto lu, coba buka helm sama masker lu!!!”
Saat itu Siti memang masih memakai helm dan maskernya. Karena lagi-lagi ditodong dengan parang, Sitipun menurutku kemauan begal itu. Sementara salah satu sedang mengancam Siti, ketiga temannya terlihat berjaga-jaga melihat kondisi, yang entah kenapa malam itu lebih sepi dari biasanya.
Siti berharap ada seseorang atau siapapun yang lewat untuk bisa menolongnya, tapi sejak tadi dia keluar dari kantornya, tidak ada satupun kendaraan yang mengarah kesini.
“Woy buruan, mau lu gue bacok?!”
“Ii,, iya bang.”
“Wuiih, beneran cantik rupanya lu ya. Eh bro, gimana kalau kita bawa sekalian ni perek, buat senang-senang malam ini.”
“Wah boleh juga tuh bro, cantik banget, udah lama gue nggak ngewe cewe secantik ini, jilbaban lagi. Udah angkut aja.”
Siti mendadak semakin takut, mengetahui apa yang sedang dibicarakan oleh para begal itu. Dan saat itu tiba-tiba muncul keberaniannya untuk membela diri. Dia tak mau sampai jatuh ke para begal itu, dia ingin melawan mereka, semampunya.
Brak!!!
“Anjing, bangsat!!!”
Dengan sisa keberaniannya, Siti melemparkan helm yang dia pegang sekerasnya ke wajah begal itu. Diapun langsung lari. Agak susah karena dia memakai rok panjang sehingga langkahnya tak begitu lebar.
“Kejar dia. Bangsat tuh cewek, gue habisin entar!!”
Siti sempat melihat ke belakang dan keempat pria itu langsung mengejarnya. Karena panik Siti malah masuk ke sebuah lokasi perkantoran, berharap ada seseorang disana, minimal petugas keamanan yang bisa dia mintai tolong, tapi sialnya tidak ada seorangpun disana. Saat hendak berbalik, ternyata para begal itu sudah berhasil menyusulnya.
“Mau lari kemana lu hah?”
“Ampun bang, tolong ampuni saya.”
“Ampun lu bilang? Lu udah lemparin helm ke muka gue, sekarang minta ampun? Gue bikin perkosa abis lu, baru gue ampunin. Cepet tangkep dia!!!”
“Siap boss!”
Dua orang langsung maju menyergap Siti. Siti yang tak bisa apa-apa dengan mudahnya diringkus oleh kedua penjahat itu. Dia langsung dijatuhkan ke tanah, dengan kedua kaki dan tangannya dipegangi dengan kuat oleh kedua pria itu.
“Hahaha, sekarang lu rasain akibatnya. Malem ini, gue nikmatin tubuh lu abis-abisan, haha.”
“Ampun, tolong jangan. Jangaaaan…”
Pria yang dilempar wajahnya dengan helm oleh Siti tadi langsung menindih tubuh Siti. Siti tak bisa bergerak karena tangan dan kakinya masih dipegangi. Pria itu dengan leluasa menjamah tubuh Siti.
Breeet…
Dengan sekali tarikan, kancing kemeja seragam Siti langsung lepas semua, membuat tubuhnya terbuka, dan hanya tertutup oleh bhnya saja. Tak puas sampai disitu, lelaki itu juga merobek bh Siti dengan parangnya, kini sempurnalah tubuh bagian depan Siti terbuka.
“Aaaaaaa jangaaaaaaann…”
“Hmmmm nyyymmmm enaak benget nih susu, kenyal, mantap, hahaha.”
Pria itu langsung melumat buah dada Siti yang memang cukup besar dan masih sekal itu. Dia begitu kasar memperlakukan Siti, sedangkan Siti hanya bisa berteriak sambil menangis, tanpa bisa melawan karena dia rasakan cengkraman di kedua kaki dan tangannya semakin erat. Mungkin mereka yang memegangi Siti ikut bernafsu juga melihat tubuh indahnya yang terbuka dan sedang dikerjai oleh temannya itu.
“Hei apa apaan ini! Cepat lepaskan wanita itu!”
Tiba-tiba terdengar teriakan seorang pria dari belakang mereka.
“Paa,, paak Yanto, tolong pak..”
Lelaki itu ternyata adalah Yanto, atasan Siti di kantornya. Yanto nampak berdiri dengan wajah penuh amarah.
“Brengsek, gangguin aja. Mau mampus lu?!”
Pria yang tadi mencumbui Siti lalu bangkit dan langsung menyerang Yanto, tapi terlihat Jalam dengan mudah menghindar, bahkan memukul balik si begal itu. Pertarungan mereka berlanjut dan Jalam berhasil membuat parang yang dipegang pria itu terlepas. Saat temannya akan membantu, tiba-tiba Yanto mengeluarkan pistol dari balik bajunya.
“Kalau masih ingin hidup, cepat tinggalkan tempat ini!” bentak Yanto.
“Jangan mau dibohongi, itu pasti cuma pistol mainan,” ucap si begal kepada temannya.
Dooorrr…
Tiba-tiba Yanto menembakkan pistol itu. Tentu saja keempat begal itu menjadi ketakutan, dan langsung lari begitu saja. Yanto mengambil parang yang tadi dibawa begal itu dan membuangnya, berjaga-jaga agar para begal itu tidak menyerang lagi dengan tiba-tiba.
“Siti, kamu nggak papa?” tanya Yanto mendekat.
Siti buru-buru merapikan pakaiannya, meskipun Yanto sempat sekilas melihat tubuh Siti yang terbuka.
“Ii,, iya, saya nggak papa pak. Terima kasih udah nolongin saya.”
“Ya udah, cepat rapikan baju kamu, kita pergi dari sini.”
Siti kemudian berdiri, dia mengikuti langkah Yanto. Mereka berjalan menuju ke tempat motor Siti tadi ditinggalkan. Dan ternyata para begal itu sudah kabur tanpa membawa motor Siti. Tas dan seisinya juga masih tergeletak disitu, hanya uangnya saja yang raib karena tadi sempat dimasukan kantong oleh begal itu.
“Kamu bisa pulang sendiri Rum?” tanya Yanto.
“Hemm,,,”
Siti terlihat kebingungan. Sebenarnya dia masih bisa mengendarai motornya sendiri untuk pulang meskipun masih agak takut. Tapi masalahnya, kancing baju Siti sudah terlepas semua, kalau dia membawa motor, dia bingung bagaimana kalau nanti bajunya terbuka dengan bebas. Rupanya Yanto menyadari hal itu.
“Ya udah, kalau gitu aku anterin kamu pulang aja.”
“Motor saya gimana pak?”
“Tinggal aja dulu, entar aku suruh orang buat ngambil.”
Akhirnya Sitipun diantar oleh Yanto dengan mobilnya. Dalam perjalanan, tak henti-hentinya Siti berterima kasih pada Yanto, karena kalau lelaki itu tidak datang tepat waktu, entah apa yang akan terjadi pada dirinya.
“Sekali lagi terima kasih pak Yanto, kalau bapak nggak datang, saya nggak tahu apa jadinya.”
“Udahlah, tadi cuma kebetulan aja aku lewat. Terus aku lihat motor kamu ada disitu, tas kamu juga berserak isinya, aku curiga ada apa-apa. Dan bener, aku denger teriakan kamu dari tempat itu tadi, makanya aku datengin. Untungnya aku bawa senjata ini, jadi bisa buat nakutin mereka.”
“Buat nakutin? Jadi itu bukan pistol sungguhan pak?”
“Bukan. Ini cuma mainan, kayak yang dibilang begal itu tadi, tapi emang mirip banget sama aslinya, dan suaranya juga kayak pistol asli kan?”
“Oh gitu? Tapi ya apapun itu, saya cuma bisa ngucapin makasih pak. Saya berhutang budi banget sama pak Yanto.”
“Ah udahlah, nggak usah dipikirin.”
Saat sampai di rumah, Siti menyerahkan kunci motor dan juga surat-suratnya kepada Yanto. Yantopun pergi tanpa mampir, katanya tak enak dengan tetangga, apalagi saat itu aku memang belum pulang.
Saat aku pulang, dan kulihat tidak ada motornya di garasi, sempat kutanyakan kepada Siti, dan dia bilang kalau motornya bocor dan terpaksa ditinggal di kantor, tadi dia pulang diantar oleh Yanto. Saat itu Siti tidak menceritakan kejadian yang sesungguhnya, karena takut membuatku khawatir. Pakaiannya yang sudah hilang semua kancingnya juga disembunyikan, sedangkan bhnya yang robek juga sudah dibuang.
Sejak saat itulah Siti menjadi semakin dekat dengan Yanto di kantor. Rasa hutang budinya lah yang membuatnya seperti itu. Yanto sendiri terlihat lebih perhatian kepada Siti, tapi masih dalam batasan yang wajar. Tak pernah Yanto menggodanya, mengajaknya pergi berdua juga tak pernah. Paling mentok Siti diajak makan siang, itupun tak pernah hanya berdua, selalu ramai-ramai dengan teman kantornya yang lain.
Sampai peristiwa itu akhirnya terjadi juga. Minggu lalu tepatnya, saat itu Yanto mendapat undangan untuk mengikuti seminar di luar kota. Undangan itu untuk 2 orang, dan Yanto akhirnya mengajak Siti. Siti sebenarnya merasa tak enak kalau harus pergi hanya berdua saja, tapi mengingat kebaikan dan jasa Yanto kepadanya, Siti juga tak sampai hati menolaknya.
Akhirnya Siti minta ijin kepadaku. Saat itu aku mengijinkan karena Siti bilang selain dia dan Yanto, ada 2 orang lagi yang pergi bersama mereka. Akupun tak menaruh curiga sama sekali, dan saat itu tak ada prasangka buruk sama sekali. Siti berangkat pada hari kamis, dan baru akan pulang hari minggunya.
Dia dan Yanto berangkat ke kota ini dengan menggunakan mobil Yanto. Perjalanan yang mereka tempuh sekitar 3 jam. Dalam perjalanan itu Siti juga tak melihat ada hal yang mencurigakan dari Yanto, semua terasa biasa. Kecuali memang Yanto mulai sedikit terbuka dalam bicara, tidak seformal saat di kantor. Tapi itu menurut Siti masih wajar, karena tidak menyinggung hal yang bersifat pribadi.
Sesampainya di tempat tujuan, mereka langsung menuju ke hotel yang menjadi tempat acara. Rupanya panitia hanya menyiapkan 1 kamar untuk 1 undangan, yang artinya Siti harus sekamar dengan Yanto. Tapi saat itu Yanto menolak dan meminta 2 kamar meskipun harus membayar. Akhirnya setelah negosiasi yang cukup alot dengan pihak panitia dan hotel, mereka mendapatkan 2 kamar yang bersebelahan dan dihubungkan oleh sebuah connecting door.
Siti merasa lega karena tak harus sekamar dengan Yanto. Dia juga semakin menaruh respek pada Yanto karena dia yang berusaha agar tak sampai sekamar dengannya. Terlihat Yanto sangat menghormati Siti. Padahal saat itu, setelah acara berlangsung baru Siti tahu kalau selain mereka, ada beberapa pasang peserta yang statusnya sama seperti dirinya dan Yanto, yaitu atasan dan bawahan, tapi mereka tetap sekamar.
“Yaa, kamu tahulah Rum, apa yang akan mereka lakukan jika sekamar kan?”
“Hmm, tapi mereka bukan pasangan yang sah kan pak?”
“Ya jelas bukan. Mereka pasangan selingkuh, selingkuh yang terfasilitasi. Kayak gitu udah bukan hal yang aneh Rum, udah sering aku lihat yang kayak gitu.”
Siti hanya mengangguk saja, semakin besar rasa hormatnya kepada Yanto.
Acara yang diikuti oleh Siti sebenarnya terasa membosankan. Seminar dimulai hari jumat pagi, itupun hanya sampai sore jam 3. Setelah itu peserta bebas mau apa saja. Sedangkan hari sabtunya, acaranya santai, hanya senam bersama, setelah itu penutupan. Tapi karena sudah terlanjur booking hotel sampai hari minggu, jadi mereka tetap stay disini. Apalagi katanya malam harinya bakal ada acara hiburan.
Siti sebenarnya sudah ingin pulang, karena merasa acara ini sama sekali tak ada manfaatnya untuk dia, tapi dia merasa tak enak dengan Yanto, sehingga terus saja mengikuti setiap acara sampai selesai.
Pada sabtu pagi, setelah senam bersama, saat sedang beristirahat tiba-tiba ada seseorang yang mendekati Siti. Siti tidak mengenalnya, tapi lelaki itu berkali-kali coba menggoda Siti, menanyakan dengan siapa datang kesini, sampai menanyakan nomer handphone ataupun PIN BBM Siti, yang sama sekali tak diberikan, namun orang itu mulai memaksanya.
“Ehem, ada apa ya pak? Kok mepet-mepet istri saya dari tadi?”
Tiba-tiba Yanto datang dari belakang orang itu. Orang itu sempat terkejut, lalu kembali bersikap santai.
“Oh, jadi ini istri anda? Saya tidak tahu ada peserta yang suami istri disini, apa benar ini istri anda?” orang itu meragukan pernyataan dari Yanto.
“Hmm, jadi apa yang bisa saya buktikan kepada anda supaya percaya kalau dia benar-benar istri saya?” ucap Yanto yang tiba-tiba langsung memeluk dan mencium pipi Siti.
Siti sempat terkejut tapi dia tahu Yanto melakukan itu untuk meyelamatkan situasi, karena itulah dia balas memeluk Yanto.
“Oh maaf kalau begitu. Saya hanya mengagumi istri anda. Istri anda benar-benar mempesona. Ya sudah kalau begitu, saya permisi dulu. Dan saya minta maaf kalau sudah bikin anda tidak nyaman nyonya.”
Pria itu segera pergi setelah mendapat jawaban dari Siti berupa senyuman. Tanpa menunggu lama Yanto yang masih memeluk tubuh Siti mengajaknya pergi. Setelah agak jauh, dia melepaskan pelukan itu dan minta maaf pada Siti.
“Rum, maaf banget ya kalau aku udah lancang. Aku sama sekali nggak ada maksud apa-apa, hanya saja itu satu-satunya cara biar lelaki itu percaya dan segera pergi.”
“Iya pak, nggak papa, saya maklum kok.”
“Dia itu Bonar, pemimpin salah satu dinas pemerintahan di kota ini. Dia sudah terkenal playboy, suka main cewek. Di acara kayak gini, selain dengan pasangan yang dia bawa, dia udah sering nyari wanita lain buat dia tiduri.”
“Jadi, pak Yanto kenal sama dia?”
“Kenal sih nggak, cuma tahu aja. Reputasi buruknya itu udah banyak yang tahu. Karena itulah aku harus bertindak kayak gitu tadi, jadi, aku minta maaf ya?”
“Oh iya pak. Harusnya saya yang berterima kasih sama bapak.”
Meskipun sebenarnya ada rasa tidak terima, karena Yanto adalah lelaki pertama yang mencium Siti selain aku, tapi mempertimbangkan kondisinya tadi, dia bisa menerimanya, bisa memakluminya. Hal itu memang sepertinya dilakukan untuk menghindarkan bahaya yang lebih jauh untuk Siti.
Tapi karena mereka masih berada di hotel itu sampai keesokan harinya, mau tak mau jika keluar kamar, Siti harus mau bersikap lebih mesra dengan Yanto. Mereka makan siang di restoran hotel, dan kebetulan sekali meja makan yang mereka tempati berdekatan dengan pria yang tadi mendekati Siti. Pria itu duduk dengan seorang wanita cantik, tapi terus-terusan melirik ke arah Siti, membuat Siti merasa tak nyaman. Tapi genggaman tangan dari Yanto bisa sedikit menenangkannya.
Saat itu, sekali lagi Yanto berbisik kepada Siti. Dia meminta maaf tapi mereka harus berakting layaknya suami istri. Siti bingung harus bersikap seperti apa, karena selama ini dia hanya pernah berhubungan denganku. Sebelumnya, Siti tak pernah berpacaran. Melihat kebingungan Siti, Yanto terus menggenggap tangan Siti, dan lama kelamaan itu membuatnya nyaman.
Yang membuat Siti risih sebenarnya bukan genggaman tangan Yanto, tapi lelaki yang tadi menggodanya, tak pergi juga dari tempatnya, padahal sang wanita yang duduk bersamanya sudah berulang kali mengajaknya pergi. Akhirnya justru Yanto yang berinisiatif mengajak Siti pergi. Lega sudah rasanya, terbebas dari tatapan liar lelaki itu, meskipun Siti kembali harus merelakan tubuhnya dipeluk oleh Yanto.
Setelah makan siang itu Siti dan Yanto kembali ke kamar mereka masing-masing. Tak banyak yang dilakukan oleh Siti. Dia sempat beberapa kali berkirim pesan denganku, tapi karena aku sedang kerja jadi tak bisa langsung membalasnya. Meskipun hari sabtu, dan meskipun aku kerja di swasta, tapi aku tetap masuk seperti biasa.
Hingga sejam lebih Siti berdiam diri di kamar sampai akhirnya ada WA masuk dari Yanto.
“Siti, kamu lagi sibuk nggak?”
“Nggak pak, ada apa?”
“Kamu bosen nggak sih? Aku bosen banget nih. Gimana kalau kita keluar, sekalian cari oleh-oleh?”
Siti sempat berpikir sejenak. Dia memang belum berpikir untuk mencari oleh-oleh, karena juga keluar kota memang dia jarang sekali pulang membawa oleh-oleh. Tapi karena dia juga merasa bosan di kamar, akhirnya dia menyetujui usul dari Yanto.
“Boleh pak, kebetulan saya juga lagi bosen.”
“Ya udah, 10 menit lagi ya.”
Tanpa menjawab Siti merapikan dirinya. 10 menit kemudian dia sudah berjalan ke lift dengan Yanto. Dan sialnya lagi, di lift mereka bertemu dengan lelaki yang dari tadi pagi menggoda Siti. Lagi-lagi Siti harus berakting layaknya istri dari Yanto. Yantopun tanggap, dan langsung merangkul Siti. Sampai di bawah mereka cepat-cepat keluar hotel dan menuju ke parkiran.
Sekitar 2 jam mereka berkeliling mencari oleh-oleh. Sebenarnya tak banyak yang dibeli, mereka menghabiskan waktu agar tak buru-buru kembali ke hotel dan menghadapi rasa bosan lagi disana. Saat jalan-jalan itu, entah sadar atau tidak tangan Siti tak lepas dari genggaman Yanto. Tapi hanya sebatas itu, tidak lebih. Saat itu Siti berpikir kalau Yanto mungkin ingin menjaganya, karena kondisi di tempat mereka jalan-jalan yang cukup ramai.
Dalam perjalanan pulang mereka banyak bercanda. Suasana diantara keduanya sudah lebih cair dari biasanya. Siti juga sudah mulai bisa menanggapi candaan Yanto, yang sebelumnya selalu dia tahan-tahan. Sampai di hotel, mereka kembali ke kamar masing-masing. Sebelumnya Yanto sempat bertanya apakah Siti ikut acara makan malam atau tidak.
“Rum, nanti kan ada gala dinner, kamu mau ikut nggak?”
“Hmm, nggak tahu pak. Pak Yanto ikut nggak? Kalau pak Yanto ikut kan berarti saya harus ikut.”
“Aku sih dapet undangan. Tapi kalau kamu capek ya istirahat aja nggap papa.”
“Hmm, kalau gitu saya ikut aja deh pak.”
“Ya udah kalau gitu, dandan yang cantik ya.”
“Hehe, siap boss.”
Jam 7 malam Siti sudah bersiap. Seperti pesan Yanto tadi, malam ini dia berdandan cukup cantik. Belum pernah sebelumnya dia berdandan secantik itu untuk urusan dengan orang kantornya, termasuk Yanto. Biasanya dia berdandan seperti itu jika pergi denganku. Siti kemudian keluar kamar, dimana Yanto sudah menunggunya.
“Wow, kamu bener-bener beda malem ini, cantik banget,” puji Yanto.
“Makasih pak,” jawab Siti tersipu.
“Ya udah yuk?”
Yanto menggerakkan tangannya, tanda meminta Siti untuk merangkulnya. Sitipun tanpa sungkan lagi melakukannya, jadilah mereka berjalan bergandengan. Acara makan malam itu tidak terlalu ramai, karena tidak semua peserta seminar mendapat undangan. Hanya orang-orang tertentu, yang menurut Siti mereka adalah para senior. Bahkan Yanto terlihat paling muda diantara mereka.
Semua mata tampak tertuju pada pasangan Yanto dan Siti. Para lelaki tampak mengagumi kencantikan Siti malam ini, dan itu membuatnya senang. Terlebih Yanto, dia terlihat merasa bangga dengan kondisi itu.
Makan malam itu berlangsung singkat. Sebenarnya, setelah acara makan malam masih ada lagi acara hiburan, tapi Yanto kemudian mengajak Siti untuk kembali ke kamar saja.
“Rum, masih mau disini apa balik ke kamar?”
“Pak Yanto gimana?”
“Aku bosen disini, balik aja yuk?”
“Ya udah pak, saya juga, hehe.”
Akhirnya mereka berdua kembali ke kamar. Tapi Yanto mengajak Siti untuk masuk ke kamarnya. Awalnya Siti sempat ragu, tapi Yanto bilang dia hanya ingin ada teman ngobrol saja, karena belum mengantuk, Sitipun akhirnya mau.
Di dalam kamar, Yanto menyalakan TV dan terlihat mengeluarkan sebuah botol dari dalam kulkas. Dia menyiapkan 2 buah gelas, lalu menuangkan isi botol itu ke masing-masing gelas, lalu memberikan salah satunya kepada Siti.
“Ini apa pak?”
“Itu cuma wine, tenang aja nggak ada alkoholnya kok, aman,” jawab Yanto sambil tersenyum.
Siti termasuk wanita yang lugu, dan dia percaya saja dengan ucapan Yanto. Dia sama sekali tak mengerti minuman-minuman seperti itu. Dia hanya pernah mendengar kalau minuman keras itu rasanya pahit, saat dia mencicipi minuman itu ternyata rasanya enak, dan diapun menegaknya. Mereka kemudian terlibat obrolan santai, sampai tanpa disadar Siti dia sudah beberapa kali mengisi gelasnya. Dan kini, dia mulai merasakan kepalanya pusing, dan tubuhnya agak menghangat. Dia juga merasa kalau badannya mulai lemas, bahkan tanpa sengaja dia menjatuhkan gelas yang dipegangnya.
“Loh kamu kenapa Rum?”
“Hmm nggak tahu pak, rasanya pusing, dan badan saya lemas.”
“Waduh, kayaknya kamu kebanyakan minum ini deh. Mau balik ke kamar aja?”
“Iya pak, tapi saya lemes banget.”
“Ya udah, ayo aku bantu.”
Yanto kemudian menghampiri Siti. Dia bantu Siti untuk berdiri, tapi karena tubuh Siti yang lemas, dia malah jatuh ke pelukan Yanto. Siti yang merasa pusing hanya menutup matanya. Dia hanya merasa kalau tubuhnya diangkat oleh Yanto, lalu direbahkan di ranjang. Dia tak tahu itu ranjang di kamarnya, atau masih di kamar Yanto. Dia masih menutup matanya karena masih pusing.
Siti kemudian merasakan kalau sepatu hak tinggi yang dipakainya mulai lepas satu persatu dari kakinya. Setelah itu dia merasa ranjangnya bergoyang. Saat membuka mata, ternyata Yanto sudah berada di sampingnya.
“Kamu masih pusing?”
Siti hanya mengangguk dengan tatapan sayu. Yanto hanya tersenyum.
“Ya udah, tutup lagi aja mata kamu, aku bantu biar pusingnya hilang.”
Siti tak mengerti apa maksud Yanto, tapi dia menuruti saja kata-kata lelaki itu. Saat Siti menutup matanya, dia merasakan keningnya dipijat oleh Yanto dengan lembut. Pijatan itu mulai membuatnya rileks, sehingga dia diam saja dan tetap terpejam.
Pijatan Yanto kemudian turun ke tengkuk Siti. Karena posisinya agak susah, Yanto mengarahkan kepala Siti agar menengok ke samping, sehingga dia bisa memijat tengkuknya. Tengkuk Siti adalah salah satu titik sensitifnya. Dia suka tidak tahan kalau disentuh di bagian itu, tapi saat ini dia justru merasakan nyaman dari sentuhan Yanto itu.
“Hhmmm…”
Siti bergumam tak jelas saat Yanto terus memijat tengkuknya. Perlahan-lahan Siti merasa semakin nyaman, dan tak tahu lagi apa yang sedang dilakukan oleh Yanto. Sampai akhirnya Siti terkejur dan membuka matanya. Dia terbelalak karena tangan Yanto yang tadi memijat tengkuknya kini sudah berada di payudaranya, sedang meremasnya.
“Bapak ngapain? Jangan paaak..”
“Udah kamu rileks aja sayang, ini biar pusingmu hilang.”
Siti berusaha berkelit. Dia berusaha menggerakkan tangannya untuk menepis tangan Yanto, tapi tangannya sangat lemas, tak bertenaga, jadi hanya terkesan Siti memegang tangan Yanto tanpa berusaha menyingkirkannya.
“Udah Siti sayang, kamu jangan nolak ya. Inget lho, kalau bukan karena aku, kamu udah diperkosa para begal itu tempo hari. Anggep aja ini balas budimu kepadaku.”
“Paak jangan gini, saya udah punya suami.”
“Iya aku tahu, dan karena itu aku makin penasaran sama kamu, sama tubuh kamu.”
“Paaak jangaahhmmmpp…”
Tak sampai menyelesaikan ucapannya, bibir Siti langsung dilumat oleh Yanto. Lelaki itu menciumi bibir istriku dengan sangat bernafsu. Hilang sudah sosok Yanto yang simpatik dan membuat Siti menaruh rasa hormat, berganti dengan Yanto yang bagaikan binatang buas yang siap menerkam mangsanya yang sudah tak berdaya.
Mendapati kondisinya yang lemah dan tak bisa melawan itu membuat Siti menangis. Air matanya turun tak tertahan. Dia berusaha mengatupkan bibirnya namun terlambat, lidah Yanto sudah masuk menjelajah isi mulut istriku. Cukup lama Yanto mengecup madu kenikmatan dari bibir istriku, kemudian melepaskannya. Tawanya terlihat sangat memuakkan bagi Siti saat ini.
“Sudahlah, kamu pasrah saja sayang. Kalau kamu nggak mau nurut, aku bakal kasih tubuh kamu ke begal-begal suruhanku tempo hari itu.”
Betapa terkejutnya Siti mendengar ucapan Yanto. Rupanya para begal itu adalah suruhannya. Itu berarti semua ini sudah direncanakan dengan matang oleh Yanto. Pantas saja waktu itu para begal itu dengan mudah dia kalahkan. Bahkan saat kabur, tak satupun barang berharga milik Siti yang dibawa. Kini Siti menyesali dirinya sendiri, yang dengan polosnya masuk ke perangkap Yanto.
Yanto kemudian berdiri dan melepaskan pakaiannya satu persatu. Kesempatan ini ingin digunakan Siti untuk kabur. Tapi sekali lagi, badannya sudah terlalu lemas, tak mampu bergerak. Dia akhirnya hanya bisa menatap tubuh Yanto yang sudah telanjang bulat dengan sangat ketakutan. Dia bisa melihat penis Yanto yang belum sepenuhnya ereksi, tapi besarnya sudah sama seperti punyaku yang sudah tegang maksimal.
Tidak heran memang, karena selain fisik Yanto yang lebih tinggi dan besar daripada aku, dia juga masih memiliki darah keturuan India dari keluarga ayahnya, pantas barang pusakanya pun lebih besar dan panjang daripada punyaku.
Yanto kemudian bergerak lagi menindih Siti. Dia kemudian langsung mencumbui Siti. Siti hendak menolak, hendak melawan, tapi sama sekali tak bisa. Hanya air matanya yang terus turun sampai membasahi jilbabnya.
Dalam cumbuannya itu, Yanto juga mulai melolosi pakaian Siti satu persatu. Gaun panjang Siti dia buang begitu saja, begitu juga dengan bh dan celana dalamnya. kini Siti hanya tinggal memakai jilbab yang sengaja tak dilepas oleh Yanto. Yanto sesaat memandangi tubuh istriku yang indah. Tubuh Siti langsing, perutnya masih rata. Buah dada 34B nya masih sangat kencang. Pinggulnya melebar sempurna, dengan bokong yang sangat montok. Rambut kemaluannya selalu dicukur habis sehingga terlihat sangat mulus. Ditambah kulitnya yang putih bersih tanpa cacat, membuat nafsu Yanto membuncah tak karuan.
Tanpa menunggu lebih lama, Yanto langsung menyerang tubuh istriku yang lemah tak berdaya. Tak seinchipun jengkal tubuh Siti yang terlewat dari jelajahan lidahnya. Siti merasa bergidik dengan kelakuan Yanto. Dia berkali-kali memohon agar Yanto menghentikan perbuatannya itu. Tapi siapa yang mau mendengar, saat tubuh sempurna seorang bidadari tergolek tanpa penutup di depannya.
“Aaaaah paaak jangaaaann…”
Siti merintih pelan saat kedua kakinya dibuka lebar oleh Yanto. Tak menunggu lama Yanto dengan lidahnya langsung menjilati bibir kemaluan Siti, sesuatu yang belum pernah aku lakukan sebelumnya. Ini adalah pertama kalinya organ kewanitaan Siti mendapatkan jilatan seorang lelaki, dan itu bukan dari aku, suaminya.
Siti merasakan sangat geli, tapi juga sangat terhina. Dia makin menangis, mendapati tubuh yang selama ini dia jaga hanya untukku, dengan bebas dijamah oleh orang lain, tanpa sedikitpun dia bisa melawan. Jilatan Yanto terasa luar biasa bagi Siti, tapi dia mencoba untuk menolak rasa itu. Dia masih mengingat statusnya sebagai istriku, dan mengingat kondisi ini adalah tak ubahnya sebuah perkosaan.
Tapi Siti hanya perempuan biasa yang memiliki batasnya. Akhirnya permainan lidah Yanto yang sudah sangat berpengalaman itu mampu menjebol pertahanan Siti. Tanpa bisa ditahan lagi, gelombang orgasme Siti datang begitu saja, dan Yanto dengan rakus menjilati cairan dari vagina Siti itu.
Sudah begitu, Yanto tak langsung menghentikan perbuatannya. Dia masih mengulanginya, sampai akhirnya Siti mendapatkan orgasmenya yang kedua, yang membuat nafasnya begitu terengah. Dia bahkan sampai menutup matanya, antara menikmati rasa nikmat itu, dan rasa penyesalan karena tak bisa mengontrol dirinya, hingga dibuat orgasme oleh pria lain.
Siti kembali membuka mata saat dia rasakan tubuh Yanto mulai bergerak. Dia mulai semakin merasa ketakutan saat tubuh lelaki itu mulai disejajarkan dengan pinggangnya. Yanto mulai menggesek-gesekkan ujung penisnya yang besar itu di bibir vagina Siti yang sudah cukup basah. Siti semakin menangis dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Jangan paaak, sayaa mohon jangaaaan…”
“Hahaha, udah nikmatin aja sayang. Aku hanya ingin memberimu kenikmatan, bukan menyakitimu.”
“Jangan paaa aaaaaakkkhhhh…”
Siti mulai menjerit saat kepala penis yang besar itu mulai menyeruak masuk ke bibir vaginanya. Siti merasakan sakit saat penis itu masuk meskipun baru kepalanya saja, karena ukurannya yang terlalu besar untuknya.
“Uuugh, sempit bener sayang, bener-bener nikmat.”
“Aaahh udaahhh, jangaan lagiiii…”
Tak mengindahkan kata-kata Siti, Yanto terus menekankan penisnya perlahan hingga setengahya tertanam di vagina Siti. Siti semakin kelojotan, kepalanya sampai terangkat, bibirnya terbuka lebar dan matanya tertutup rapat. Separuh penis Yanto sudah sangat menyakitinya, dan kata Siti, itu sudah seperti penisku yang hampir masuk semuanya.
“Aaaaarrrggghhhh…”
Pekik Siti saat tiba-tiba penis itu amblas semua di dalam vagina Siti. Air mata kembali turun mengalir dari matanya. Sakit dan perih, itulah yang dirasakan Siti di kemaluannya. Penis ini terlalu besar untuknya. Dia merasa seperti ada bagian dari vaginanya yang dibuka dengan paksa, yang selama ini tak terjangkau olehku. Dia juga merasakan kepala penis Yanto mentok sampai menekan bibir rahimnya, dan itu sangat menyakitkan untuknya.
“Gilaa, memek kamu bener-bener nikmat Rum. Lebih nikmat daripada yang pernah aku bayangkan selama ini,” ucap Yanto sambil mulai menciumi bibir Siti yang hanya bisa pasrah. Dia masih mendiamkan penisnya, membiarkan dinding vagina Siti beradaptasi dengan ukuran penisnya.
“Pak, lepasin aja jilbabku, aku mohon,” ucap Siti. Dia masih cukup sadar untuk hal itu. Dia tidak mau dizinai oleh orang lain dengan masih memakai penutup kepalanya. Dia tak ingin merasa semakin berdosa dengan memakainya.
“Nggak, aku kepengen ngentotin kamu dengan masih pake jilbab. Nanti, aku juga pengen ngentot kamu dengan seragam dinasmu. Aku udah lama mimpiin ini Rum, aku makin nafsu kalau kamu berpakaian seperti itu, dan tanpa melepas jilbabmu.”
Siti berusaha meraih jilbabnya sendiri untuk melepaskannya, tapi tangannya ditahan oleh Yanto.
“Jangan melawan, atau aku bener-bener akan kasih tubuh kamu ini ke para begal itu. Mereka itu preman jalanan yang sering tidur sama pelacur pinggir jalan, tanpa pengaman. Entah mereka punya penyakit atau tidak. Coba kamu bayangin, seorang istri yang setia, istri yang alim seperti kamu, tiba-tiba terkena penyakit seksual, apa kata suamimu coba?”
Siti mendelik tak percaya dengan ucapan Yanto. Dia tak percaya betapa jahatnya orang yang sebelumnya sangat dia percaya dan hormati itu. Tapi di dalam hati Siti juga muncul ketakutan, kalau Yanto benar-benar melakukan ancamannya itu. Dia tak ingin terkena penyakit seperti apa yang dikatakan Yanto, sehingga perlahan perlawanannya pun runtuh sudah. Siti pasrah, dan hanya bisa menangis. Melawan sudah tak ada gunanya, vagina yang selalu dia jaga hanya untukku, telah berhasil dimasuki paksa oleh orang lain.
Kepasrahan Siti membuat Yanto tersenyum penuh kemenangan. Dia langsung menciumi wajah Siti. Bahkan tanpa merasa jijik, dia menjilati setiap air mata Siti yang mengalir dari matanya. Hal itu yang malah membuat Siti jijik. Sejurus kemudian Yanto mulai menggerakan pinggulnya maju mundur perlahan. Siti hanya bisa mengatupkan bibirnya rapat-rapat, menahan desahan dan rintihan. Dia masih merasakan sakit di liang kewanitaannya itu.
Tapi rupanya Yanto memang bukan anak kemarin sore, dia adalah lelaki yang berpengalaman dalam menaklukan wanita. Dia tahu bagaimana cara membuat wanita seperti Siti bertekuk lutut, kalah total kepadanya. Sambil terus menggenjot tubuh Siti, dia mulai merangsang bagian-bagian sensitif tubuh Siti. Mudah saja baginya untuk menemukan titik-titik rangsangan itu.
Dia jilatin daerah sekitar leher Siti, dia remas lembut kedua payudara Siti, dan dia mainkan kedua puting susunya yang masih berwarna cokelat muda itu. Dan lagi-lagi, Siti hanyalah seorang wanita biasa, dimana pengalaman seksnya hanya sebatas apa yang selama ini dia lakukan denganku. Dia dengan mudah terangsang oleh semua perbuatan Yanto, hingga tubuhnya mulai merespon gerakan pinggul Yanto.
Melihat hal itu Yanto semakin tersenyum lebar, sementara Siti semakin menangisi kekalahannya. Yanto mulai meningkatkan tempo goyangannya, dan gerakan penisnya semakin lancar karena vagina Siti juga sudah semakin basah. Rasa sakit yang tadi mendera Siti perlahan mulai menghilang, tapi dia masih berusaha keras untuk tidak memperlihatkannya. Dia masih mempertahankan statusnya sebagai istri setia, yang berusaha tidak menikmati saat sedang disetubuhi paksa oleh pria lain.
Dan sekali lagi, pertahanan Siti jebol lagi setelah sekitar 5 menit digoyang oleh Yanto dengan tempo yang sedang. Siti memalingkan wajahnya saat akan merasakan orgasme, tapi tangan Yanto menahannya, sehingga mau tak mau Siti memperlihatkan ekspresinya ketika orgasme kepada Yanto, dan itu semakin membuat Yanto bernafsu. Yanto tak memberi kesempatan kepada Siti untuk menikmati orgasmenya, tapi dia langsung menyerang Siti lagi dengan kecepatan yang lebih tinggi.
Siti kelabakan, desahannya mulai tak tertahan. Beberapa kali dia tak kuasa membiarkan desahannya terdengar oleh Yanto. Setiap desahan dari mulut Siti seperti perangsang bagi Yanto untuk terus meningkatkan temponya, hingga akhirnya 3 menit kemudian Siti kembali menyerah dalam birahinya.
“Ssssshhhhhh aaaaaaaaahhhhhhh…”
Kali ini Siti tak dapat menahan desahannya ketika orgasmenya melanda lagi. Dari lelaki yang bukan suaminya itu, dia sudah 4 kali orgasme, jumlah yang sama dengan yang biasa dia dapat saat bersetubuh denganku. Tapi bedanya, kalau biasanya Siti orgasme sebanyak itu dan aku sudah menyemburkan spermaku, saat ini Yanto terlihat belum apa-apa. Lelaki itu tersenyum penuh kemenangan melihat Siti susah payah mengatur nafasnya.
Yanto menghentikan gerakannya, kemudian mencium bibir Siti. Kali Siti membiarkan saja, dan sedikit membalas ciuman dari Yanto itu.
“Aku mau keluar, di dalam atau dimana?” bisik Yanto.
“Jangan, jangan di dalam, tolong jangan di dalam,” pinta Siti memelas.
Yanto tak menjawab, dia hanya tersenyum, lalu mencabut penisnya. Tak membuang waktu, Yanto membalikkan tubuh Siti hingga tengkurap. Dia tarik pantat Siti, lalu menaruh sebuah bantal untuk membuat pantat itu tetap menungging, karena Siti masih dalam keadaan lemas. Siti sudah pasrah akan dimasuki lagi vaginanya oleh Yanto, tapi kemudian dia terkejut saat merasakan sesuatu yang lain.
“Paaak, saya mohon, jangan disituu…” ucap Siti panik.
Siti panik karena merasakan sesuatu yang keras menggesek bibir analnya, bukan di bibir vaginanya. Siti tentu ketakutan, karena belum pernah sekalipun lubang belakang itu aku gunakan. Dia tak bisa membayangkan betapa sakitnya lubang yang sempit itu dimasuki penis Yanto yang begitu besar.
“Ooh, jadi yang disini masih perawan ya? Baiklah, malam ini akan aku perawani lubang belakangmu sayang, hahaha.”
“Jangan pak, jangaaaan…”
Permohonan Siti sama sekali tak digubris oleh Yanto. Dia terus saja mencoba memaksa menekankan kepala penisnya yang besar di lubang anus Siti yang masih sangat sempit. Siti berusaha menghindar, tapi kedua tangan Yanto dengan kuat memegangi pinggangnya. Apalagi saat ini tubuh Siti benar-benar masih lemah, efek dari minuman tadi, dan rasa lelah setelah dibuat berkali-kali orgasme oleh Yanto.
“Aaarrgghh sakiiiit.. udaah paaak, udaaah sakiiiiiittt…”
Teriakan Siti terdengar, namun tak terlalu keras karena masih lemah. Dia berteriak saat kepala penis Yanto berhasil membuka sedikit lubang pantat itu, dan itu sangat membuat Siti kesakitan. Yanto bukannya berhenti, malah terus melanjutkan aksinya. Penis itu perlahan-lahan semakin masuk. Siti semakin kesakitan, dia menjerit. Tangannya sampai meremas kuat sprei putih ranjang itu. Sementara itu Yanto juga meringis merasakan betapa ketatnya lubang pantat Siti mencengkram penisnya.
“Aaaahh bangsaaat, sempiit bangeeet…”
“Aaaaaaaarrrkkkkkhhhhh…”
Lengkingan jeritan Siti terdengar saat penis itu berhasil masuk sepenuhnya di lubang anus Siti. Dia menangis sejadi-jadinya. Rasa sakit yang teramat sangat, bahkan lebih sakit daripada saat aku perawani dulu, dan juga saat pertama kali tadi penis Yanto mempenetrasi lubang vaginanya.
Yanto mendiamkan penisnya sejenak, karena dia juga merasakan nyeri di penisnya. Tapi lebih daripada itu, Yanto merasakan kenikmatan yang tiada tara. Bahkan Yanto tertawa gembira saat melihat ada lelehan cairan merah yang keluar dari lubang anus Siti, darah.
Setelah beberapa saat mendiamkan penisnya, Yanto mulai bergerak maju mundur dengan perlahan. Dia tak peduli tangis kesakitan dari Siti, dia terus menjejalkan penisnya di lubang sempit yang baru saja dia perawani itu. Yanto bahkan beberapa kali memukul pantat Siti yang montok, meninggalkan bekas kemerahan disana.
Lima menit lebih Yanto memperkosa anus Siti, dan Siti sama sekali tak merasakan apapun selain rasa sakit yang teramat sangat. Siti belum berhenti menangis, dan Yanto belum berhenti bergoyang. Menit ke 8 gerakan Yanto mulai semakin liar. Siti tahu Yanto akan segera memuntahkan spermanya, tapi dia tak peduli, dia hanya bisa merasakan sakit yang teramat saat ini.
“Aaahhh Arruuumm, sayaaaaang, aku keluaaaaarrrr…”
Siti menutup erat bibirnya, saat dia rasakan cairan kental dan hangat beberapa kali menyembur di dalam lubang anusnya. Cukup banyak cairan itu keluar, hingga tak tertampung dan meluber keluar. Yanto pun tak berlama-lama membiarkan penisnya disitu, dia menariknya keluar, hingga cairan spermanya pun ikut mengalir keluar bersama dengan darah dari lubang anus Siti.
“Luar biasa, benar-benar nikmat Rum. Jauh melebihi apa yang aku kira. Tubuhmu benar-benar sempurna, benar-benar nikmat.”
Tak henti-hentinya Yanto memuji Siti. Tapi Siti yang tergolek tak berdaya masih terus menangis. Yanto membiarkannya saja, dia sendiri mengistirahatkan dirinya. Setelah cukup lama, Yanto mengangkat tubuh Siti ke kamar mandi. Sebelumnya dia menarik lepas jilbab Siti sehingga rambut panjangnya tergerai bebas.
Di dalam kamar mandi, Yanto memandikan tubuh Siti, membersihkan kedua lubang di pangkal pahanya. Siti merasakan perih saat air dari shower menyentuh lubang kemaluan dan anusnya, tapi dia tak bisa berbuat apa-apa, hanya pasrah dengan apa yang dilakukan oleh Yanto.
Setelah membersihka tubuh Siti, Yanto kembali mengangkat tubuhnya, dan membaringkannya lagi di ranjang. Barulah disitu Siti menyadari kalau dia masih berada di kamar Yanto, belum pindah ke kamarnya sendiri.
Setelah cukup pulih, Yanto meminta Siti untuk memakai kembali pakaiannya yang tadi, lengkap dengan jilbabnya. Tapi bukannya membiarkan Siti kembali ke kamar, Yanto kembali menyetubuhi Siti dengan hanya mengangkat ujung gaun panjangnya sampai ke pinggang dan menurunkan sedikit celana dalamnya Siti. Dia menyetubuhi Siti dari belakang, dengan posisi menghadap ke sebuah cermin besar. Siti dipaksa untuk melihat ke arah cermin itu, dipaksa untuk melihat bagaimana ekspresinya ketika sedang diperkosa oleh pria itu.
Malam itu, berulang kali Yanto menyetubuhi Siti hingga Siti tak sadarkan diri. Berbagai posisi mereka peragakan. Siti juga dipaksa untuk mengulum penis Yanto, sesuatu yang sangat jarang dia lakukan kepadaku. Yanto juga sampai mengeluarkan spermanya di dalam mulut, di dalam anus, di dalam vagina, dan di wajah Siti yang masih memakai jilbab. Permainan mereka baru berhenti saat menjelang subuh. Siti sudah tak sadarkan diri, dengan pakaian yang acak-acakan dan penuh dengan bercak sperma.
Siang harinya mereka terbangun sekitar jam 10. Siti kembali menangis mendapati dirinya terbangun dalam dekapan Yanto yang masih telanjang. Tangisan Siti rupanya membangunkan Yanto. Dia mencium mesra bibir Siti, tanpa mendapat balasan dari Siti.
Akhirnya Siti diijinkan untuk kembali ke kamarnya, untuk bersih-bersih dan sekalian siap-siap untuk pulang. Sebelum pulang meninggalkan hotel itu, Siti kembali dipanggil oleh Yanto ke kamarnya. Siti mengira Yanto akan menyetubuhinya sekali lagi, tapi ternyata bukan itu. Siti dipanggil Yanto untuk diperlihatkan sesuatu yang lebih mengerikan lagi.
Siti terkejut bukan main saat Yanto memperlihatkan sebuah kamera yang menampilkan adegan persetubuhan mereka. Dia baru sadar kalau apa yang menimpanya itu ternyata direkam oleh Yanto. Hatinya semakin hancur, karena dia yakin Yanto akan menggunakan video itu untuk mengancamnya di kemudian Hari.
“Kamu tahu kan apa yang harus dilakukan agar video ini tak sampai tersebar?”
Siti hanya mengangguk, dan mendapat balasan tawa memuakkan dari Yanto.
Setelah itu mereka langsung pulang. Perjalanan memakan waktu 3 jam lamanya. Sampai di depan rumahku, Siti tak langsung turun karena masih mengulum penis Yanto. Ya, selama perjalanan, terutama saat sudah mendekati daerah rumahku, Yanto meminta Siti untuk mengulum penisnya sampai keluar. Dan ketika lelaki itu menyemburkan spermanya ke mulut istriku, yang mau tak mau harus tertelan semua, barulah Siti dipersilahkan turun.
Setelah Yanto pulang, Siti langsung masuk dan menyalamiku yang sedang lembur mengerjakan tugas dari bosku. Aku awalnya tak begitu memperhatikannya. Barulah setelah selesai pekerjaanku, kuperhatikan cara jalan Siti agak aneh. Setelah kupaksa cerita, akhirnya dia menceritakan semua ini secara gamblang.
Betapa hancurnya hatiku mendengar itu semua. Siti menangis tersedu-sedu dan berkali-kali minta maaf kepadaku. Jelas saja aku memaafkannya, karena ini sama sekali bukan salahnya. Ini salah Yanto, si bajingan keparat itu. Tapi ini juga salahku. Kalau saja aku tidak memberinya ijin untuk pergi, tidak mungkin dia mengalami nasib semalang ini. Tapi kalaupun aku tidak mengijinkannya, Yanto pasti punya cara lain untuk bisa menjebak Siti.
Setelah emosiku turun, akupun memeluk istriku, yang tampak masih takut-takut kepadaku. Aku berusaha menenangkannya, meskipun hatiku sendiri sedang dibakar oleh amarah. Aku berjanji akan membuat perhitungan dengan Yanto, entah bagaimanapun nanti caranya. Apalagi kata Siti, dia bukanlah satu-satunya wanita yang sudah dijebak oleh Yanto. Selain dirinya, ada beberapa lagi teman kantornya, yang juga dijebak dengan berbagai cara, tapi kebanyakan seperti yang dialami oleh Siti.
Siti baru tahu itu tadi dalam perjalanan, Yanto menceritakannya. Dan dari semua wanita yang sudah berhasil ditaklukan oleh Yanto itu, sampai sekarang masih terus melayani setiap kali Yanto meminta. Mereka, sama seperti Siti, tak punya pilihan lain karena takut dengan ancaman video itu. Hanya saja, cuma Siti yang mungkin berani mengatakan hal ini kepada suaminya, yaitu aku.
“Udah umi, abi janji pasti akan buat perhitungan dengan lelaki biadab itu.”
“Tapi gimana bi? Umi takut nanti abi kenapa kenapa.”
“Abi juga belum tahu, tapi yang pasti abi nggak akan tinggal diam. Umi nggak usah khawatir sama abi, mungkin nanti abi akan buat perhitungan, tapi dengan bantuan orang lain, jadi abi nggak akan kenapa kenapa. Yang penting, umi sekarang tenangin diri dulu ya?”
Cerita sex : Cerita Dewasa Menikmati Tubuh Wanita Yang Sedang Hamil Muda
Siti hanya mengangguk. Aku terus menemaninya sampai dia tertidur. Dalam benakku, aku masih bingung dengan apa yang akan kulakukan. Tapi bisa kupastikan, aku tidak akan tinggal diam saja, aku akan menuntut balas pada lelaki jahanam itu, akan kubuat dia menyesal karena telah berani menyentuh istriku.